Oleh : Mengki Kurniawan (Mahasiswa Departemen Ilmu Politik UNAND)

Proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) tidak lebih dari sekedar proyek mercusuar rezim yang berkuasa. Bagaimana tidak, proyek IKN ini baru direncanakan ketika masa jabatannya sudah mulai usai di periode kedua. Terlebih lagi, proyek IKN ini tidak berpijak pada perencanaan yang matang.

Layaknya kilat, Undang-Undang IKN pun disusun tergesa-gesa, begitu juga dengan kajian lingkungan hidup yang merupakan salah satu aspek penting dalam perencanaan pembangunan. Bukan tidak mungkin ketika perencanaan pembangunan IKN dikatakan sebagai sebuah formalitas belaka agar proyek dapat segera dilaksanakan.

Beragam literatur termasuk dokumen Bappenas mengatakan bahwa IKN nantinya ialah sebuah kota masa depan yang maju dan hijau, dengan 70 persennya merupakan kawasan hijau. Kebijakan tersebut sejalan dengan keinginan Presiden Jokowi agar IKN dijadikan sebagai kota hutan atau forest city. Tentunya hal tersebut merupakan sebuah harapan yang indah. Namun perlu diketahui bahwa lahan yang luasnya 256 ribu hektar, jika 70 persennya dijadikan sebagai kawasan hijau, maka 30 persennya akan mengalami deforestasi. Artinya kurang lebih lahan seluas 77 ribu hektar akan beralih fungsi menjadi perkotaan. Pertanyaannya ialah, apakah IKN nantinya tidak akan merusak paru-paru dunia?

Lebih lanjut lagi, laporan Bappenas mengatakan bahwa dari 256 ribu hektar lahan yang akan dijadikan sebagai ibu kota, hanya sekitar 43 persen yang masih layak disebut hutan. Artinya jika kawasan hijau yang ditargetkan sebanyak 70 persen, maka pemerintah harus melakukan reboisasi seluas 27 persen lagi. Tentu saja ini bukanlah suatu hal yang mudah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) saja sejauh ini hanya mampu melakukan rehabilitasi atau reboisasi seluas 900 hektar dalam satu tahun. Jika dihitung lebih lanjut, diperlukan waktu paling tidak 88 tahun untuk bisa mentransformasi lahan tersebut menjadi hutan atau kawasan hijau.

Sejauh ini, sejak proyek IKN mulai digencarkan, klaim pemerintah yang mengatakan bahwa IKN akan menjadi kota hutan (forest city) yang berkelanjutan hanyalah omon-omon belaka. Bagaimana tidak, yang terlihat hingga saat ini justru deforestasi dan degradasi besar-besaran terhadap kawasan yang berstatus hutan. Baru-baru ini, Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) merilis hasil perbandingan citra satelit wilayah IKN antara periode April 2022dan Februari 2024. Hasilnya menunjukkan skala pembukaan lahan di IKN sangat masif dalam dua tahun terakhir. NASA tampaknya lebih tajam memotret realitas daripada mendukung upaya pemerintah dalam memoles citra.

Hasil analisis Tempo atas citra satelit NASA menyebutkan bahwa di kawasan inti pusat pemerintahan IKN saja telah terjadi deforestasi dan degradasi hutan seluas 2.464 hektar. Terlebih lagi, temuan NASA tersebut hanyalah sebagian kecil perubahan fungsi hutan di Kalimantan Timur. Sebelumnya juga telah marak ditemukan eksploitasi lahan yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Tentunya beragam tindakan eksploitasi tersebut akan mengakibatkan terjadinya bencana alam. Dalam dua tahun terakhir saja, banjir sering menjadi tamu tak diundang di kawasan inti IKN di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Pasir Utara.

Ironisnya, Presiden Jokowi selalu menyebut bahwa IKN merupakan solusi dari maraknya banjir di Jakarta. Barangkali Jokowi berpikir banjir tidak akan mengikuti pemerintah baru ke IKN. Melihat situasi yang terjadi dalam dua tahun terakhir, bukan tidak mungkin bencana yang sama akan muncul di IKN. Kendati demikian, proyek IKN ini akan tetap terus digencarkan, terlebih lagi estafet kekuasaan saat ini telah dimenangkan oleh mereka yang diendors untuk bisa berkuasa. Pada akhirnya penghentian proyek IKN juga bukanlah solusi yang ideal untuk saat ini. Sudah berapa banyak anggaran yang dikucurkan untuk membangun infrastruktur dan fasilitas ibu kota lainnya. Rakyat akan lebih dirugikan jika hal tersebut sampai terjadi.

Akhirnya rakyat hanya akan menjadi penonton dari beragam rencana picik penguasa. Harapannya jika IKN benar-benar akan digencarkan, maka beragam aspek yang menunjang keberhasilannya harus lebih diperhatikan. Kota hutan yang katanya ingin diwujudkan, harus direncanakan dengan sangat matang. Meskipun katanya hutan di IKN merupakan hutan industri, tanggung jawab untuk melakukan penghijauan harus benar-benar dilakukan. Kesimpulannya, kota hutan tidak dapat diwujudkan dengan instan, pembangunan yang dilakukan harus dibarengi dengan kepedulian terhadap lingkungan. Pembukaan lahan harus dilakukan seminimal mungkin, karena hutan juga merupakan habitat makhluk hidup yang perlu dijaga dan dilestarikan.