Penegakan hukum berkeadilan merupakan kewajiban yang harus ditegakkan bagi suatu negara, khususnya Indonesia. Dalam proses penegakan hukum berkeadilan dibutuhkan lembaga yang diisi oleh orang-orang yang berintegritas, berkomitmen, dan berdedikasi sehingga menghasilkan lembaga independen sejati. Untuk itu, dalam penegakan hukum berkeadilan diperlukan usaha dan sinergi yang maksimal antarlembaga serta aktor-aktor di dalamnya. Persoalan penegakan hukum di Indonesia tak kunjung usai, sebab kurangnya integritas, komitmen, serta dedikasi dari aktor penegak hukum di Indonesia.

Bagaimana sistem hukum di suatu negara berjalan akan sangat mempengaruhi dan menentukan bagaimana jalannya sistem pemerintahan di negara tersebut. Dalam hal ini, hukum merupakan pilar penting yang akan merepresentasikan baik buruknya suatu pemerintahan. Oleh sebab itu, perlu kita cermati lebih lanjut terkait permasalahan-permasalahan penegakan hukum yang ada di Indonesia. Pada prinsipnya, negara Indonesia berpedoman kepada Pancasila sebagai falsafah atau way of life, artinya Indonesia berpedoman kepada nilai-nilai yang ada pada Pancasila. Salah satu diantaranya, yaitu sila ke-5 yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Akan tetapi, pada kenyataannya, ketidakadilan kerap terjadi di negara ini, utamanya berkenaan dengan konteks hukum.

Menengok ke belakang, tepatnya pada 1 Februari 2018 kompas merilis sebuah berita, yakni terdapat kasus penegakan hukum “Nenek berusia 92 tahun divonis 1 bulan penjara karena tebang pohon durian”. Dalam berita tersebut dikatakan bahwa Saulina Sitorus yang berusia 92 tahun divonis 1 bulan 14 hari penjara karena menebang pohon durian milik kerabatnya yang bernama Japaya. Pada saat persidangan, para saksi yang rumahnya berdekatan dengan lokasi tidak pernah melihat Japaya menanam pohon durian yang diperkarakan. Jadi, pada proses persidangan pun disampaikan bahwa sang nenek tidak terbukti sepenuhnya menebang pohon milik orang yang diperkarakan, sebab para saksi yang rumahnya berdekatan dengan lokasi tersebut tidak melihat si Japaya ini tadi menanam pohon durian itu. Hal semacam ini tidak jarang ditemui pada persoalan hukum di Indonesia, contoh kasus nenek 92 tahun divonis penjara karena menebang pohon durian merupakan salah satu diantara banyaknya kasus yang memiliki masalah dalam penegakan hukum yang berkeadilan.

Oleh karena itu, ada berbagai faktor yang perlu diperhatikan dan ditekankan yang menjadi landasan mengapa Indonesia perlu sesegera mungkin mengupayakan dan menerapkan hukum yang berkeadilan. Kalaupun belum tercapai sepenuhnya maka setidaknya ada upaya yang mengarah kepada implementasi atau praktik penegakan hukum berkeadilan itu. Apa saja hal-hal yang menjadi dasar atau pendorong agar hukum berkeadilan di Indonesia harus secepat mungkin ditegakkan? Salah satu diantaranya agar kasus seperti nenek berusia 92 tahun di atas tidak terulang kembali. Selain itu, penegakan hukum berkeadilan merupakan salah satu representasi nilai pancasila sila ke-5, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Diantara beberapa hal pokok yang menjadi urgensi harus segera ditegakkannya hukum berkeadilan di Indonesia adalah untuk mencegah terjadinya disintegrasi. Potensi disintegrasi atau perpecahan akan sangat mungkin terjadi apabila mekanisme hukum di Indonesia tidak kunjung diperbaiki. Harmonisasi antar masyarakat yang diproses secara hukum akan luntur apabila hukum itu sendiri dijalankan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan yang berlaku. Mencegah terjadinya disintegrasi merupakan salah satu upaya yang bisa dicapai melalui diterapkannya hukum yang berkeadilan.

Selanjutnya mengapa sangat perlu dan mendesak untuk menerapkan atau mengupayakan ditegakkannya hukum berkeadilan, yaitu untuk mengurangi kesenjangan sosial yang ada di masyarakat. Pada prinsipnya, kesenjangan sosial berkaitan dengan ekonomi, tetapi di dalam konteks hukum apabila ketidakadilan dan kesewenang-wenangan hukum dibiarkan maka akan menghasilkan putusan-putusan yang mengakibatkan timbulnya kesenjangan sosial yang tinggi. Jurang antarkelompok dan kelas masyarakat akan semakin tajam dan terlihat apabila hukum yang ditegakkan tidak berlandaskan moral atau etika keadilan. Contohnya, apabila ada seorang pejabat publik yang terbukti melakukan tindakan korupsi triliunan rupiah misalnya, ketika ditindak dan diproses secara hukum, dia menerima vonis atau hukuman yang tidak setimpal dengan kejahatannya tersebut karena adanya kesepakatan antara aktor-aktor penegak hukum dan terdakwa. Bahkan, ketika eksekusi pemberian hukuman pelaku korupsi tadi, ia mendapat perlakuan istimewa dan tidak mengalami hukuman yang berarti atas kejahatan yang ia perbuat. Sementara ketika ada kasus seorang paruh baya mencuri atau masyarakat kecil yang sangat miskin mencuri maka hukum berlaku sangat keras dan tegas. Oleh karena itu, akan terlihat jurang yang tajam perihal kesenjangan sosial yang ada di Indonesia apabila penegakan hukum yang ugal-ugalan dibiarkan, serta menabrak prinsip hukum yang berkeadilan terus dilakukan.

Selain untuk mengatasi atau mengurangi kesenjangan sosial, penegakan hukum berkeadilan juga diharapkan mencegah terciptanya SDM yang tidak berkualitas, dalam artian pribadi yang memiliki moral dan etika yang buruk. Mengapa demikian? Sebab apabila norma-norma hukum, mekanisme hukum, dan hakikat hukum tidak diindahkan dan dipatuhi sebagaimana mestinya, masih terjadi kompromi apabila terdapat pelanggaran, serta masih terdapat kelonggaran atau kelegalan dari suatu tindakan yang melanggar hukum maka sudah dipastikan kualitas sumber daya manusia negara tersebut rusak. Seperti pepatah minang kuek rumah dek basandi, rusak sandi rumah binaso, kuek bangso karano budi, rusak budi bangso binaso (kuat rumah karena sandri[kunci], rusak sandi rumah binasa, kuat bangsa karena budi, rusak budi bangsa binasa). Oleh karena itu, kita tidak boleh meremehkan nilai-nilai luhur, moral, dan etika, utamanya menyangkut penegakan hukum. Apabila hal tersebut tidak diindahkan maka kemerosotan sumber daya manusia atau degradasi kualitas SDM akan menjadi implikasinya.

Hal selanjutnya yang  membuat sesegera mungkin ditegakkannya hukum berkeadilan ialah untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap hukum. Mengutip pemaparan dari Kompas bahwa “Peneliti Litbang Kompas, Andre Yoga Prasetyo menuliskan, citra penegakan hukum pemerintah merosot 3,6 persen dari 61,9 persen pada Agustus 2023 lalu menjadi 58,3 persen pada Desember 2023”. Dari hasil tersebut, dapat diartikan bahwa publik sudah tidak  terlalu mempercayai penegakan hukum di Indonesia. Bahkan, angka tersebut tidak mencapai 60% dari total persentase utuh, yakni 100%. Oleh sebab itu, mengapa sangat penting dan perlu disegerakan upaya yang bisa mempercepat penegakan hukum berkeadilan di Indonesia salah satunya adalah untuk menjaga kepercayaan masyarakat. Apabila masyarakat nantinya sudah tidak percaya lagi terhadap penegakan hukum maka negara telah gagal dalam mewujudkan cita-cita keadilan bangsa Indonesia, serta negara telah menyimpang dari keagungan hukum itu sendiri. Sebab, hukum merupakan salah satu pilar penting penyangga sistem bernegara serta menjaga keteraturan kehidupan masyarakat di dalamnya. Dengan adanya penegakan hukum berkeadilan maka hal tersebut akan menjadi kendali sosial di masyarakat atau social control dalam kehidupan masyarakat.

Pada akhirnya, Indonesia bukanlah negara yang kekurangan orang-orang cerdas, utamanya di bidang hukum. Bahkan, sarjana atau lulusan hukum serta ahli hukum sangat banyak di Indonesia. Akan tetapi, keinginan dan upaya kongkrit untuk mengimplementasikan hukum berkeadilan itu yang masih sangat kurang. Lembaga-lembaga penegak hukum butuh sosok yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berintegritas dan tegas. Apa yang salah tentu haruslah dikatakan salah dan apa yang benar demikian pula seharusnya disampaikan. Sehingga tidak ada lagi kompromi dalam penegakan hukum. Sistem hukum di Indonesia tidak akan pernah berjalan dengan baik apalagi mencapai keadilan itu apabila prosedur dan mekanisme masuknya aktor-aktor penegak hukum tidak melalui jalan yang benar sebagaimana mestinya. Bagaimana mungkin bisa menegakkan hukum berkeadilan apabila proses masuk awal dari aktor penegak hukum itu sendiri melanggar kaidah dan norma-norma hukum. Sederhananya, tugas hukum itu hanya dua, yakni membuat dan melaksanakan. Bagaimana bisa hukum yang dibuat itu benar dan sesuai dengan kaidah moral kalau penegaknya sendiri melanggar aturan, bagaimana mungkin terlaksana hukum yang berkeadilan apabila proses masuk aktor penegak hukum, serta proses membuat produk hukum itu sendiri melanggar nilai-nilai moral hukum yang ada.

Penulis : Pijar Qolbun Sallim Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Andalas