Opini Dosen

- Details
Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pemajuan Kebudayaan Sumatera Barat (PKSB) telah memasuki fase akhir. Namun, proses panjang sejak 2017 dan sempat sepi lalu dimulai kembali pada 2022 itu tiba-tiba mendapat respons positif dari berbagai elemen yang menamakan diri sebagai Relawan Pemajuan Kebudayaan Daerah (RPKD) Sumatera Barat. RPKD meminta agar Ranperda PKSB dimatangkan sebelum disahkan. Aspirasi tersebut disampaikan secara tertulis kepada Gubernur dan Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat. RPKD diterima di Istana Gubernur Sumatera Barat pada Rabu, 27 Maret 2024 pagi sementara di Public Hearing DPRD pada 1 April 2024. Siapa yang tergabung dalam RPKD, apa yang disuarakan, dan bagaimana seyogianya berbagai unsur relawan kebudayaan itu kelak dihimpun?

- Details
Jalan menuju World Class University (WCU) sungguh terjal dan tidaklah mudah. Inilah idealisme perguruan tinggi di seluruh dunia. Tentu, idealisme ini sangat membutuhkan dukungan semua pihak, terutama negara, dan harus dilakukan selangkah demi selangkah. Tak ada kesuksesan dan kemajuan universitas dengan sekadar membalikkan telapak tangan.

- Details
“Pengarusutamaan kebudayaan” adalah satu terminologi yang diperkenalkan oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Terminologi itu ada pada Pasal 7 yang berbunyi “Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah melakukan pengarusutamaan Kebudayaan melalui pendidikan untuk mencapai tujuan Pemajuan Kebudayaan”. Pertanyaan yang muncul adalah apakah pengarusutamaan kebudayan itu, bagaimana ia dilakukan melalui pendidikan, apa tujuannya, dan bagaimana dalam konteks Minangkabau di Sumatera Barat?

- Details
Pertanyaan penutup artikel sebelumnya, yang berjudul “Urgensi LSP P1 Bagi PTNBH UNAND: Tantangan Abad-21 dan Posisi Lembaga Sertifikasi Profesi” adalah: “Lalu, apa yang dapat dilakukan oleh LSP dalam mendukung UNAND sebagai PTNBH dalam mewujudkan lulusan yang kompeten sesuai Standar Kompetensi Kerja (SKK) Nasional/ Internasional/ Khusus menuju WCU?”. Artikel ini secara sederhana mencoba menguraikannya.

- Details
Setelah melalui proses persidangan yang cukup menyita energi, pada 22 April, MK telah memutus perkara PHPU Pilpres 2024. MK menolak semua permohonan, baik yang diajukan pasangan calon nomor urut 1, maupun nomor urut 3. Hanya saja, MK mencatat sejarah baru, di mana putusan PHPU Pilpres kali ini tidak diambil secara bulat, karena tiga dari delapan hakim konstitusi yang menyidangkan perkara ini memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion). Hakim Saldi Isra, hakim Enny Nurbaningsih dan hakim Arif Hidayat menilai, MK seharusnya mengabulkan sebagian pokok permohonan dan memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) di sejumlah provinsi yang dinilai terbukti telah terjadi pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif (TSM). Sementara, mayoritas hakim konstitusi menilai, tidak satu pun bukti yang diajukan pemohon yang dapat meyakinkan Mahkamah bahwa pelanggaran TSM benar-benar telah terjadi. Kenapa perbedaan dalam menilai fakta yang terungkap dalam persidangan ini bisa terjadi?