Beberapa bulan lalu terjadi sebuah peristiwa yang cukup menghebohkan warga Indonesia terkhususnya di daerah Sumatera Barat (Sumbar), kejadian itu  datang dari Kecamatan Koto Tangah Kota Padang di mana terjadi pembunuhan tragis terhadap lelaki berumur 36 tahun yang mana merupakan pemilik Barbershop yang ditemukan dalam keadaan berlumuran darah dengan sebuah luka tusuk di bagian tubuhnya, ia bunuh oleh seorang lelaki berumur 20 tahun yang diduga merupakan sepasang kekasih sesama jenis. Informasi yang didapat dari pihak kepolisian menyatakan bahwa pembunuhan itu terjadi lantaran terbakar api cemburu. Motif tindakan keji yang bernuansa sama seperti ini sekiranya merupakan hal yang sudah menjadi fenomena umum bagi masyarakat Indonesia, mengingat banyaknya LGBT yang semakin ramai terjadi di negeri ini. Tetapi untuk Sumbar, hal ini memang merupakan sebuah hal yang cukup mengundang banyak tanda tanya?. Dikarenakan Sumbar adalah sebuah Provinsi yang dikenal dengan adat dan budayanya serta ada banyak hukum tradisional yang mengikatnya.

Sumbar merupakan salah satu dari banyaknya provinsi di Indonesia, yang berada di sepanjang pesisir Barat Sumatera pada bagian tengah, yang di mana Padang adalah ibukota dari provinsi ini. Sumbar atau dikenal luas dengan sebutan Minangkabau merupakan provinsi yang memiliki beragam kebudayaan, peninggalan sejarah serta tradisi, dan Minangkabau adalah salah satu suku terbesar di Indonesia. Sebagai provinsi yang dikenal dengan adatnya yang kental tentu saja Minangkabau memiliki sistem hukum tradisional. sistem hukum adat di Minangkabau mencakup peraturan-peraturan tidak tertulis yang berlandaskan "adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah". Artinya segala jenis hukum adat, serta tingkah laku harus bersumberkan pada kalam illahi yaitu Alquran dan Hadist, mengedepankan nilai-nilai dari norma sosial dan agama. Falsafah ini telah berkembang secara turun-temurun untuk menciptakan kenyamanan dan keadilan bagi sanak, cucu dan kemenakan agar tidak menyimpang dari ajaran agama.

Lalu seiring berjalannya waktu di tengah arus perkembangan zaman dan globalisasi. Tentunya banyak fenomena yang terus terjadi dan menjadi benalu dalam sistem adat di Minangkabau salah satunya LGBT ini, LGBT adalah kependekan dari  lesbian, gay, biseksual dan transgender. LGBT bukan merupakan satu hal yang tabu lagi di Indonesia, terutama di berbagai kota-kota metropolis salah satunya di provinsi Sumbar. Sebagai provinsi yang terkenal dengan  hukum dan adatnya tentu saja hal ini menyita perhatian banyak pihak.

Menurut data perhimpunan konselor VCT HIV Indonesia, diperkirakan ada sekitar 14.469 orang pelaku LGBT di Sumbar (Raharjo 2018). Dengan angka yang mencapai 15.000 tersebut menjadikan Sumbar sebagai urutan kelima dengan jumlah LGBT terbanyak di Indonesia. Tentu saja ini bukanlah sebuah prestasi, melainkan penyimpangan yang harus segera diatasi. Bukan hanya itu saja didapat data dari Dinas kesehatan kota Padang, terdapat 308 kasus HIV dan AIDS sepanjang 2024 di kota Padang, yang di mana 166 kasus berasal dari luar kota Padang dan 142 kasus beralamat Padang.  "perilaku lelaki seks lelaki (LSL) menjadi salah satu penyebab utama meningkatnya angka HIV di kota Padang," ujar dr. Srikurnia Yati.  Hal tersebut juga merupakan cerminan bahwa LGBT semakin merajalela, berkembang dan mengakar di tanah Minangkabau.

Masyarakat Minangkabau yang dikenal dengan elok laku baiak budinyo lalu muncul sebuah penyimpangan yang semakin lama semakin marak terjadi di negeri ini. Maka muncul pertanyaan besar yaitu bagaimana hukum adat di Minangkabau menyikapi fenomena LGBT yang semakin ramai terjadi? Mengingat hal ini merupakan bagian dari penyimpangan agama, budaya, moral dan falsafah Minangkabau. Peningkatan kasus LGBT di Sumbar adalah gambaran bahwa mulai lunturnya hukum adat di Minangkabau yang selama ini menjadi pedoman masyarakat Minang serta tergoresnya citra adat dan nama baik Minangkabau di mata Indonesia bahkan dunia.

LGBT bukan hanya soal penyimpangan sosial semata tetapi juga pengkhianatan terhadap adat dan budaya, juga bukan tentang cinta melainkan moral dan etika. LGBT bisa merusak nilai-nilai agama yang menjadi dasar dari hukum adat Sumbar. Ketika manusia ditetapkan oleh Yang Maha Kuasa untuk bertumbuh sesuai kodratnya masing-masing, diciptakan untuk hidup secara berpasang-pasangan dalam hal ini lelaki dengan perempuan, lalu melanjutkan keturunan sehingga tetap terjaga warisan adat budayanya. Sama halnya dengan Minangkabau yang menganut sistem keturunan Matrilineal yang di mana keturunan digariskan berdasarkan garis keturunan ibu. jika LGBT terus dibiarkan ke mana anak cucu di masa yang akan datang ? Mengingat lelaki dengan sejenisnya, lalu perempuan dengan serupanya.

Dalam hal ini sangat dibutuhkan ketegasan dan peran dari para pemuka adat,  orang tua dan para mereka yang terkemuka yang sedang duduk di singgasana, untuk menanamkan kembali nilai-nilai adat dan budaya, menekankan kembali norma-norma dari leluhur terdahulu yang bersumber langsung dari agama kepada sanak saudara. Agar kembali nya Minangkabau yang seperti dahulu kala. Minangkabau yang dikenal warga Indonesia sebagai daerah yang santun serta ramah masyarakatnya, yang menjaga tutur bahasa, menjunjung tinggi nilai agama, dan menjadi acuan dalam gaya berpikirnya sehingga tidak menyimpang dari ajaran agama dan budaya.

Penulis: Yola Andri Yani Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Andalas