Padang (UNAND) — Rencana evakuasi warga Palestina ke Indonesia dinilai berisiko memperkuat penjajahan Israel di tanah Palestina. Hal ini disampaikan oleh Dosen Hubungan Internasional Universitas Andalas, Dr. Muhammad Yusra.
Menurutnya, pemindahan warga Palestina ke luar wilayahnya, meskipun atas nama kemanusiaan, dapat mengakibatkan hilangnya hak milik mereka atas tanah dan harta benda lainnya. "Tindakan ini justru bisa memperkuat klaim Israel atas wilayah Palestina dan secara tidak langsung menguntungkan agenda pendudukan," tegasnya pada Selasa (15/4).
Lebih lanjut, Dr. Yusra menyinggung dalam praktik hubungan internasional, evakuasi oleh negara ketiga kepada warga sipil memang biasa dilakukan dalam situasi darurat, namun ada batasan yang diatur secara hukum internasional.
Ia mengutip Pasal 49 Konvensi Jenewa 1949 yang menyatakan pemindahan paksa perorangan atau massal serta deportasi warga dari wilayah pendudukan ke negara lain, baik diduduki maupun tidak, adalah tindakan yang dilarang tanpa memandang motifnya.
"Rencana evakuasi warga Gaza tidak bisa dilepaskan dari kepentingan Israel, yang selama ini didukung penuh oleh Presiden AS Donald Trump. Keduanya telah secara terbuka menyampaikan keinginan untuk mengosongkan Gaza. Maka dari itu, negara-negara yang menolak penjajahan harus bersikap tegas menolak segala bentuk kompromi atas rencana ini," ujarnya yang merupakan alumni Program Doktor Université Paris 1 Panthéon-Sorbonne.
Ia juga mengingatkan bahwa perubahan sikap Indonesia terhadap isu ini perlu diwaspadai, terutama jika dikaitkan dengan tekanan geopolitik seperti perang tarif dari Amerika Serikat terhadap Indonesia dan negara mitra dagang lainnya.
Dalam konteks diplomasi dan posisi Indonesia di mata internasional, Dr. Yusra menegaskan bahwa Indonesia harus konsisten dalam sikap politik luar negerinya. "Indonesia harus menunjukkan sikap tegas menolak upaya apa pun yang justru memperkuat pendudukan Israel di Palestina. Evakuasi bukanlah solusi jangka panjang, melainkan hanya dapat melemahkan perjuangan rakyat Palestina," katanya.
Ketika ditanya soal kesiapan Indonesia untuk menampung pengungsi, ia menyebutkan bahwa secara historis Indonesia pernah menampung pengungsi Vietnam dalam jumlah besar di Pulau Galang antara 1975–1996. "Namun konteks Palestina sangat berbeda. Ini bukan hanya soal pengungsian, tetapi soal penjajahan yang belum selesai," jelasnya.
Sebagai langkah konkret, Dr. Yusra mendorong pemerintah Indonesia untuk tetap aktif dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina melalui forum internasional. "Indonesia harus terus menyuarakan penghentian agresi Israel, baik melalui diplomasi bilateral maupun multilateral," tutupnya.(*)
Humas, Protokol, dan Layanan Informasi Publik