Opini
- Details
- Hits: 202
“Pengarusutamaan kebudayaan” adalah satu terminologi yang diperkenalkan oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Terminologi itu ada pada Pasal 7 yang berbunyi “Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah melakukan pengarusutamaan Kebudayaan melalui pendidikan untuk mencapai tujuan Pemajuan Kebudayaan”. Pertanyaan yang muncul adalah apakah pengarusutamaan kebudayan itu, bagaimana ia dilakukan melalui pendidikan, apa tujuannya, dan bagaimana dalam konteks Minangkabau di Sumatera Barat?
Read more: Pengarusutamaan Kebudayaan: Sebuah Preskripsi atau Sekadar Wacana?
- Details
- Hits: 21
Jalan menuju World Class University (WCU) sungguh terjal dan tidaklah mudah. Inilah idealisme perguruan tinggi di seluruh dunia. Tentu, idealisme ini sangat membutuhkan dukungan semua pihak, terutama negara, dan harus dilakukan selangkah demi selangkah. Tak ada kesuksesan dan kemajuan universitas dengan sekadar membalikkan telapak tangan.
Read more: Memperkuat Kolaborasi Internasional FISIP UNAND dan UiTM Malaysia
- Details
- Hits: 77
Pertanyaan penutup artikel sebelumnya, yang berjudul “Urgensi LSP P1 Bagi PTNBH UNAND: Tantangan Abad-21 dan Posisi Lembaga Sertifikasi Profesi” adalah: “Lalu, apa yang dapat dilakukan oleh LSP dalam mendukung UNAND sebagai PTNBH dalam mewujudkan lulusan yang kompeten sesuai Standar Kompetensi Kerja (SKK) Nasional/ Internasional/ Khusus menuju WCU?”. Artikel ini secara sederhana mencoba menguraikannya.
Read more: Peran Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Bagi UNAND Menuju WCU
- Details
- Hits: 535
Setelah melalui proses persidangan yang cukup menyita energi, pada 22 April, MK telah memutus perkara PHPU Pilpres 2024. MK menolak semua permohonan, baik yang diajukan pasangan calon nomor urut 1, maupun nomor urut 3. Hanya saja, MK mencatat sejarah baru, di mana putusan PHPU Pilpres kali ini tidak diambil secara bulat, karena tiga dari delapan hakim konstitusi yang menyidangkan perkara ini memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion). Hakim Saldi Isra, hakim Enny Nurbaningsih dan hakim Arif Hidayat menilai, MK seharusnya mengabulkan sebagian pokok permohonan dan memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) di sejumlah provinsi yang dinilai terbukti telah terjadi pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif (TSM). Sementara, mayoritas hakim konstitusi menilai, tidak satu pun bukti yang diajukan pemohon yang dapat meyakinkan Mahkamah bahwa pelanggaran TSM benar-benar telah terjadi. Kenapa perbedaan dalam menilai fakta yang terungkap dalam persidangan ini bisa terjadi?
- Details
- Hits: 1105
Hakim sebagai seorang penegak hukum serta keadilan semestinya bisa mengenal, merasakan serta mampu menyelami perasaan hukum serta keadilan yang hidup di masyarakat. Dengan begitu, hakim bisa memberikan keputusan yang sesuai dengan hukum serta rasa keadilan masyarakat dalam kasus-kasus yang melibatkan kepentingan publik. Dasar hukum mengenai praktik ini merujuk pada Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”. Berangkat dari hal tersebut, pada momen sebelum pembacaan putusan sengketa pemilihan presiden oleh Mahkamah Konstitusi (MK), pihak ketiga diberikan hak untuk masuk dalam suatu perkara untuk memberikan pendapat hukum. Konsep hukum ini acapkali disebut sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan.
Read more: Menakar Implikasi Amicus Curiae dalam Putusan Sengketa Pilpres 2024
More Articles ...
- Urgensi LSP P1 Bagi PTNBH UNAND: Tantangan Abad-21 dan Posisi Lembaga Sertifikasi Profesi
- Gugatan Hasil Putusan Pemilu 2024, Perkara Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU)
- Mewujudkan Hukum Yang Berkeadilan
- Analisis Pentingnya Tindak Hukum Dalam Penggunaan Jalan : Permasalahan Kemacetan Akibat Tambang Batu Bara Di Provinsi Jambi