Salah satu aspek penting dalam sila Pancasila dan prakteknya paling dirasakan oleh masyarakat Indonesia ialah sila ke-lima, sila keadlian sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan merupakan pilar dasar bagi terciptanya masyarakat yang sejahtera serta bermartabat. Sebuah cita-cita untuk menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera bagi semua. Makna keadilan itu sendiri adalah tidak berat sebelah, menimbang sama berat, dan mengukur sama panjang. Tetapi dalam hal pemerintahan, makna keadilan itu sendiri dapat dilihat dari berbagai segi dan berbagai aspek seperti, keadilan dalam pemerataan pembangunan, pendidikan, kesehatan, termasuk kesetaraan dimata hukum dan masih banyak lagi. Hukum sebagai alat untuk menegakkan keadilan, harus dijalankan dengan adil dan imparsial atau tidak memihak. Berbagai berita, media, dan artikel dari berbagai sumber menggambarkan tentang upaya mewujudkan hukum yang adil. Di lain sisi kita melihat ketidakpercayaan masyarakat terhadap proses penegakan hukum. Ketidakpercayaan itu timbul karena diskriminasi hukum, hukum yang dimanfaatkan untuk kepentingan golongan dan segelintir orang untuk meraup keuntungan pribadi.

Namun, ditengah ketidakpercayaan, ketidakpastian dan keadilan hukum di Indonesia, masih ada diantara mereka yang memperjuangkan harapan untuk mengawal penegakan hukum yang tegas tanpa pandang bulu. Berbagai elemen masyarakat terus berjuang untuk mewujudkan hukum yang berkeadilan, mulai dari aktivis anti-korupsi, pegiat HAM, dan masyarakat sipil lainnya yang tak kenal lelah menyuarakan aspirasinya, serta peran media massa dengan memberikan fakta dan mendorong diskursus publik yang sehat. Oleh karena itu, mewujudkan hukum yang adil bukan hanya sekedar tanggung jawab aparat penegak hukum, tetapi diperlukan upaya kolektif seluruh elemen masyarakat tadi. Banyak media pemberitaan menyorot berbagai persoalan yang menghambat terwujudnya hukum yang adil. Salah satu yang paling menonjol ialah kesenjangan akses terhadap hukum. Masyarakat miskin seringkali terpinggirkan karena keterbatasan biaya dan pengetahuan hukum. Sedangkan, kelompok elit dengan kekuasaan dan kekayaannya seringkali memanipulasi hukum untuk kepentingan pribadi.

Upaya untuk mewujudkan hukum yang berkeadilan harus dilakukan dengan komprehensif dan berkelanjutan. Beberapa upaya yang dapat ditempuh ialah yang pertama, memperkuat hukum itu sendiri. Melakukan peninjauan kembali terhadap peraturan perundang-undangan yang ada guna memastikan bahwa peraturan tersebut adil dan tidak diskriminatif. Peraturan yang kompleks dan berbelit-belit juga harus disederhanakan agar mudah dipahami dan diakses oleh masyarakat. Kedua, meningkatkan profesionalisme penegak hukum. Penegak hukum seperti hakim, jaksa dan polisi, harus memiliki integritas dan profesionalisme yang tinggi. Mereka harus dijauhkan dari kekuasaan dan intervensi politik. Selain itu, mereka juga perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai agar dapat menjalankan tugasnya secara profesional. Ketiga, yang tidak kalah penting ialah meningkatkan kesadara hukum masyarakat. Masyarakat perlu diedukasi tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara. Hal itu dapat dilakukan melalui berbagai program edukasi hukum, seperti penyuluhan hukum, seminar dan workshop. Dengan meningkatakan kesadaran hukum masyarakat, diharapkan mereka dapat lebih proaktif dalam memperjuangkan hak-haknya melawan ketidakadilan. Keempat, membangun budaya hukum yang kuat. Masyarakat harus dibiasakan untuk menghormati dan menaati hukum. Budaya itu harus ditanamkan sejak dini melalui pendidikan dan pembinaan karakter. Menyelesaikan masalah dengan cara yang damai dan beradab.

Menegakkan hukum yang berkeadilan merupakan cita-cita tertinggi, namun menerapkan keadilan bukan terletak pada teks teks hukum saja, melainkan pada manusia yang menerima sebutan hakim, pengacara, kuasa hukum, penegak hukum, polisi dan sebagainya. Itulah keadilan hukum yang harus ditegakkan. Keadilan hukum itu menjadi mahal karena tidak ada yang sanggup membelinya dan hukum bukan untuk diperjualbelikan tetapi keadilan menjadi murah jika para penegak hukum tidak mau berlaku jujur dan amanah.

Penulis : Zulkifli Surohamdani (Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Andalas)